Perdebatan mengenai batasan antara manusia dan mesin masih saja terus berlangsung sampai saat ini. Pada awal kemunculannya manusia menganggap mesin sebagai sesuatu yang ‘hidup’ karena kemampuannya untuk bergerak layaknya manusia. Padahal konsep ‘hidup’ antara manusia dan mesin memiliki perbedaan.
Alasan lain yang turut menjadi landasan anggapan tadi antara lain adalah bahwa mesin (dalam hal ini adalah komputer) memiliki ‘kepandaian’ yang membuatnya mampu melakukan hal – hal yang dilakukan oleh manusia seperti bermain, bersuara, berhitung, dsb.
Banyak orang beranggapan bahwa mesin hanyalah sekedar seperangkat benda mati yang tak memiliki daya maupun kepandaian. Mesin seperti komputer memiliki kepandaian dari input berupa aturan, data, ataupun informasi yang disuplai dan diatur oleh manusia. Mereka belum mampu menentukan apakah komputer itu sekadar mesin atau sama seperti manusia.
Perkembangan teknologi yang ada memunculkan berbagai konsep yang kian mengaburkan batasan antara manusia dan mesin. Salah satunya adalah Artificial Intelligence. Teknologi ini sendiri merupakan salah satu dari perkembangan tingkat lanjut dari teknologi pemrosesan informasi. Bagaimana Artificial Intelligence cenderung membahas perbedaan yang unik yang dimiliki oleh manusia dan mesin, tidak lagi hanya merupakan perbandingan antara sesuatu yang hidup dan mati. Di mana manusia spesial karena ’hidup’ sedangkan komputer memiliki kepandaian layaknya manusia.
Pada sejarah perkembangannya, Artificial Intelligence berkaitan dengan psikoanalisis. Hubungan keduanya adalah bahwa keduanya sama – sama bergerak dari sebuah model yang, dalam beberapa struktur tertentu, hanya bekerja pada substansi yang pasif. Pada hubungannya dengan psikoanalisis model mengacu pada dorongan, sedangkan pada Artificial Intelligence model ini mengacu pada logika.
Keberadaan Artificial Intelligence kian mengaburkan konsep proses kehidupan. Meskipun virus dikatakan berkembang dan bermutasi dalam sistem komputer, tentu ia tak dapat dikatakan sebagai sesuatu yang ’hidup’. Meski memiliki kesadaran dan intensionalitas, konsep hidup yang dimiliki oleh mesin jelas berbeda dengan konsep hidup milik manusia. Kata yang digunakan mungkin sama yaitu “hidup” tapi memiliki perbedaan arti dan konteks.
Hal ini kemudian membawa kita untuk mendefinisi ulang arti hidup, serta kriteria yang harus dimiliki agar tergolong menjadi hidup itu sendiri. Meskipun mesin memiliki dan mampu melakukan berbagai hal yang dilakukan oleh manusia, mesin tidak kemudian menjadi ’hidup’. Mereka tidak dilahirkan, dibesarkan dalam keluarga, tak memiliki perasaan ataupun emosi, dan serangkaian hal lain yang menjadi keunikan manusia.
Artificial Life atau biasa disebut dengan "A-Life" kemudian bisa dikatakan merupakan lanjutan dan pendalaman dari teknologi Artificial Intelligence. Di mana program yang ada di komputer bisa disebut ‘hidup’ jika dianalogikan dengan apa yang ada di alam. Kita kemudian akan menemukan bahwa apa yang disebut organisme dalam program komputer bukan organisme layaknya makhluk hidup di alam nyata, tapi mengacu pada computational object yang ada di pada komputer.
Dalam ilmu geometrika optik, Artificial Life memiliki peranan sangat penting dimana seorang ilmuwan ataupun peneliti tidak hanya menganggap komputer sebagai alat bantu hitung, akan tetapi sebagai rekan kerja untuk memproses berbagai formulasi yang ada dalam dunia fisika. Banyak sekali fenomena alam yang telah berhasil dirumuskan oleh para ilmuwan fisika dimasa kejayaan Einstein, namun masih sedikit ilmuwan yang bisa memvisualisasikan atau bahkan menyimulasikan perumusan mereka, di sinilah Artificial Intelligence mengambil peranan dalam ilmu fisika sejalan dengan perkembangan teknologi dunia dengan tidak melupakan konsep-konsep dasar ilmu fisika.
Salah seorang pencetus konsep Artificial Life dengan penemuan fenomenalnya dalam bidang biological chemistry, adalah J Craig Venter yang telah menganalisa perkembangan bakteri (makhluk hidup) dengan menggunakan teknologi komputasi berbasis Artificial Intelligence. Dia berhasil menciptakan software genetic yang menghasilkan sel hidup sintetik (syntetic living cell) yang kemudian ditransplantasikan ke dalam sel inang. Dan semua proses yang mengawali artificial life adalah metode komputasi.
Salah seorang pencetus konsep Artificial Life dengan penemuan fenomenalnya dalam bidang biological chemistry, adalah J Craig Venter yang telah menganalisa perkembangan bakteri (makhluk hidup) dengan menggunakan teknologi komputasi berbasis Artificial Intelligence. Dia berhasil menciptakan software genetic yang menghasilkan sel hidup sintetik (syntetic living cell) yang kemudian ditransplantasikan ke dalam sel inang. Dan semua proses yang mengawali artificial life adalah metode komputasi.
-AeC
Komentar
Posting Komentar