Berawal dari aku dan sahabat foreign yang
kebetulan mendapat kesempatan untuk riset bareng di daerah Tengger. Untuk
mengisi akhir pekan, kami berencana melakukan trip singkat ke Bromo, salah satu
puncak di Jawa Timur yang menarik banyak wisatawan lokal maupun manca negara.
Perjalanan kami mulai dari kaki Bromo, tepatnya
di Nongkojajar, ibukota Kecamatan Tutur sebelum masuk desa Tengger, dari pintu
masuk Pasuruan. Kami menyewa mobil yang khusus mengantarkan para
wisatawan ke Bromo. Kami berangkat pukul 3 dini hari karena kami harus tiba di
Puncak 1 Bromo sebelum matahari terbit. Tak banyak obrolan yang berarti waktu
itu, karena suasana masih sangat petang, berkabut, beserta dingin yang menusuk
tulang. Jalan menuju Tengger dari arah Pasuruan memang tak semulus jalan dari
arah Malang, banyak jalan berlubang dan tanjakan curam. Tidak direkomendasikan
bagi wisatawan yang awam ;).
Setiba di Tengger, kami harus berganti kendaraan
Jeep yang disediakan khusus bagi para wisatawan. Jeep inilah yang akan
mengantarkan perjalanan ke Puncak 1 dan 2 dengan tarif berkisar 200-300 ribu
tergantung dari jumlah orang dan tujuan. Jangan khawatir, sopirnya ramah-ramah
lho... Juga handal nyetirnya.. hehe J
Kami harus menaiki Jeep ini sampai tiba di lokasi
puncak 1 untuk melihat matahari terbit. Kedua teman asingku sibuk makan paprika
hijau, bagi mereka itu makanan yang sudah common buat camilan sehari-hari,
kalau buat aku sih.. Gak deh... L
Kondisi parkiran di puncak 1, lokasi untuk melihat
sunrise di Bromo. Kami harus parking disini dan melanjutkan perjalanan dengan
berjalan kaki sampai puncak kira-kira 15 menit. Udara masih sangat dingin
karena jam masih menunjukkan pukul 5 pagi ketika kami menapakkan kaki disana.
Drivernya keren deh J ... dan inilah Bapak
driver yang ramah & sudah mengantarkan kami ke puncak 1 sebagai awal
perjalanan di Bromo. Senyumnya yang ramah serta blangkon di kepalanya,
menunjukkan ke-khasan Jawa Timur yang kental dengan adat budaya. Dalam hatiku
terbersit rasa bangga turut menjadi bagian dari warga negara Indonesia
khususnya Jawa Timur, karena kedua teman asingku tak henti-hentinya mengagumi
sosok driver berkumis tebal ini. Kalau dilihat-lihat sekilas mirip.... siapa
ya.... Bapak gubernur Jawa Timur deh... J.
Hehehe Terima kasih pak gubernur
Setelah melewati deretan anak
tangga, sampailah kami di puncak 1. Ah, keadaan cukup rame saat itu, maklum
hari libur. Kami mengasyikkan diri dengan mulai mengambil beberapa foto
sunrise, termasuk dua teman asingku. J
Semoga menjadi pengalaman menarik bagi mereka, dan menjadikan sebuah cerita
menarik ketika mereka kembali ke negaranya.
Setelah puas mengambil gambar,
jarum jam menunjukkan pukul 7, dan kami turun untuk melanjutkan perjalanan kami
menuju puncak 2. Pak driver brengos sudah menunggu dengan jeep birunya, sebelum
itu... sambil menunggu Kate & Rene yang asik dengan kameranya, kami ijin
foto bareng dulu pak J
Perjalanan kami lanjutkan ke
puncak 2, jalanan cukup membuat kami pusing kepala. Tanjakan dan belokan yang
curam terdapat hampir di setiap 10 meter. Namun indahnya scenery dan view
diluar kaca jendela membuat kami terlupa dan hampir tidak pernah melihat jalan.
Melihat antusiasme kami, pak driver sengaja memarkir jeep-nya di km 5 sebelum
puncak 2, untuk memberi kesempatan pada kami membidik Bromo from other view.
Tau saja pak Brengos J
Dan... selanjutnya kami on the
road lagi menuju puncak 2, lautan pasir..
Pintu masuk puncak 2 ditandai
dengan area luas yang terdiri dari tumpukan pasir berdebu, itulah sebabnya kami
harus menggunakan jeep jika ingin mendekati puncak 2. Pasir ini berasal dari
sisa-sisa letusan Bromo, karena memang gunung ini masih tercatat sebagai salah
satu gunung aktif dan memiliki aktivitas letusan yang rutin setiap waktu. Tak banyak
yang bisa dipandang sepanjang jalan berpasir ini, semuanya serba putih, hanya
terlihat puncak Bromo dalam jarak relatif dekat dengan perbukitan di sisi
kanan-kirinya.
Jeep yang mengantarkan kami harus
diparkir ditempat yang telah disediakan. Jarak tempat parkir sampai puncak
bromo masih sekitar 3 kilo-an. Terdapat 2 alternatif yang bisa dipilih oleh
para wisatawan, berjalan kaki, atau menaiki kuda sewaan. Tarif untuk kuda
sewaan berkisar antara 25 ribu – 100 ribu tergantung jarak yang ditempuh. Dan tentu
saja, kami lebih memilih untuk berjalan kaki. Malu sama kuda-nya J
Dan inilah jalan sebenarnya
menuju puncak Bromo. Ratusan tangga harus kami lalui untuk bisa sampai puncak
dan melihat kawah Bromo. Ada mitos di anak tangga ini, banyak yang bilang kalau
jumlah anak tangga naik dan anak tangga yang turun berbeda. kami berniat untuk
membuktikan mitos ini, dan.... hasil dari hitungan berantai kami menyebutkan,
jumlah anak tangga yang naik sebanyak 365.
Yosh.. reach the top. Akhirnya sampai
juga dipuncak, pada saat kami tiba disana kawah masih belum kelihatan ada
aktivitas. Asap tebal namun tak begitu tinggi menghiasi kawah.
Di puncak inilah, udara hangat
mulai terasa. Sinar matahari yang menerangi tempat tinggi cukup membuat tubuh
kami yang semula menggigil kedinginan, berangsur berkeringat. Meskipun begitu,
udara yang berhembus tetap saja dingin, inilah yang membuat kulit menjadi
kering. Kami memutuskan untuk tidak berlama-lama berada di puncak, setelah
cukup mengambil gambar kami segera turun melewati jalan semula.
Yah.. ini adalah perjalanan terakhir
di puncak 2, selanjutnya kami kembali menuju tempat parkir. Pak brengos sudah
menunggu dengan senyum khasnya dan bersiap untuk mengantarkan kami kembali
menuju tempat parkir di Tengger.
Ini merupakan catatan perjalanan
yang berharga dengan sahabat negeri seberang. Semoga laen waktu bisa kesini
lagi dengan catatan yang lebih seru
Kapan trip dg ku dik??
BalasHapussudah berkali-kali gitu mas..
BalasHapus